Meneladani Para Ulama dalam Membaca dan Menulis


Ketika menyaksikan deretan buku yang saya miliki, saya menjadi semakin kagum dengan para ulama penulis buku-buku itu. Terutama ulama-ulama zaman dulu semisal Imam Ath-Thabari, Imam Al-Ghazali, Imam Nawawi, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, Imam Ibnu Al-Jauzy, Imam Ibnu Katsir, dan Imam Al-Qurthubi.

Mereka telah menulis ratusan hingga ribuan judul dan satu judulnya ada yang mencapai ratusan jilid buku. Imam Ath-Thabari, seorang ahli sejarah dan ahli tafsir terkemuka, membiasakan diri selama 40 tahun untuk menulis 40 lembar setiap hari. Setelah kematiannya, murid-muridnya menghitung apa yang ditulisnya setiap hari. Ternyata sejak beliau berusia baligh sampai meninggalnya, terhitung kurang lebih 14 lembar yang beliau tulis setiap hari.

Abu Ishaq asy-Syairazi telah menulis 100 jilid buku. Imam Ibnu Taimiyah menyelesaikan setiap buku dalam waktu satu minggu. Beliau pernah menulis satu buku penuh dalam satu kali duduk. Dan bukunya telah dijadikan referensi oleh lebih dari 1000 penulis.

Imam Ibnu al-Jauzy telah menulis 1000 judul buku dan satu bukunya ada yang mencapai 10 jilid. Kayu bekas penanya bisa dipakai untuk memanaskan air yang dipakai untuk memandikan jasadnya ketika meninggal.

Termasuk semangat yang menakjubkan pula adalah semangat Imam Ibnu Aqil yang telah menulis sebuah karya terbesar di dunia yaitu al-Funun. Tahukah Anda berapa jilid kitab tersebut? Sebagian mengatakan sebanyak 800 jilid dan ada yang mengatakan 400 jilid. Imam adz-Dzahabi berkata: "Belum pernah ada di dunia ini kitab yang lebih besar darinya. Seseorang pernah menceritakan kepadaku bahwa dia pernah mendapati juz yang empat ratus lebih dari kitab tersebut."

Bisa Anda bayangkan betapa banyaknya tempat untuk meletakkan buku yang mereka tulis. Tidak perlu memiliki buku dari semua ulama yang saya sebut, satu saja di antaranya. Apakah kita memiliki buku di atas seratus? Dua ratus? Tiga ratus? Mungkin akan ada yang menjawab, tidak! Saya hanya memiliki buku puluhan saja. Yang lain lebih parah lagi, hanya memiliki belasan buku.

Bagaimana kita bisa mengisi hari-hari dengan ilmu jika buku yang kita miliki saja hanya puluhan atau bahkan belasan? Bagaimana kita bisa lebih semangat beramal saleh jika kita tidak berdekatan dengan buku? Para ulama itu tidak mungkin mampu banyak menulis dan beramal kecuali mereka mengoleksi banyak buku untuk mereka baca.

Berikut ini beberapa fakta yang dahsyat betapa banyaknya para ulama membaca buku:
Seorang tabib datang mengobati Abu Bakar Al Anbari (ilmuwan Islam yang banyak menulis buku), ketika sakitnya sudah teramat kritis. Kemudian tabib itu memeriksa air seninya, lalu berkata: “Tuan telah melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh siapa pun, sebenarnya apa yang telah tuan lakukan?” Al-Anbari menjawab: “Aku baca setiap pekan sebanyak sepuluh ribu lembar.” (Washaaya wa Nasha’ih li Thalibil Ilmi, hlm. 14)

Syaikh Abdul Adim bercerita tentang Ishaq bin Ibrahim Al Muradi: “Saya belum pernah melihat dan mendengar orang yang lebih banyak kesibukannya, melebihi Ishak Al-Muradi. Beliau senantiasa terbenam dalam kesibukannya sepanjang siang hingga larut malam. Saya bertetangga dengan beliau. Rumah beliau dibangun setelah duabelas tahun rumahku berdiri. Setiap kali saya terjaga di keheningan malam, selalu terbias sinar lentera dari dalam rumahnya, dan beliau sedang sibuk dengan pencarian ilmu; bahkan sewaktu makan beliau selingi pula dengan membaca kitab-kitab.” (Imam Nawawi, Bustanul Arifin, hlm. 79)

Imam Asad bin Furat bercerita tentang dirinya yang berguru pada Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani: “Pada aktu itu aku tinggal di bangsal sebuah rumah yang atasnya didiami oleh Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Setiap kali beliau turun “memperdengarkan ilmu” kepadaku, dan beliau menaruh sebuah cawan berisi air di depannya. Kemudian beliau mulai membaca. Apabila malam semakin larut dan beliau melihatku terserang kantuk, maka beliau mengambil air dengan tangan beliau dan dipercikkan ke wajahku sehingga aku pun terjaga. Begitulah yang selalu kami lakukan tiap hari, sehingga aku memperoleh apa yang aku maksudkan, yakni bekal ilmu dari beliau.” (Adz Dzahabi,Tadzkiratul Huffadz, hlm. 21).

Imam Ibnu Aqil Al-Hanbali, seorang pakar bahasa berkata: “Sungguh tidak halal bagiku untuk menyia-nyiakan sesaat pun umurku, bahwa ketika mulutku sudah tidak aktif bermudzakarah atau munadzarah, dan penglihatanku tidak kugunakan untuk menelaah, maka aku tetap mengaktifkan pikiranku, di saat aku sedang istirahat.”(Thabaqatul Hanabilah, jilid 1, hlm. 146)

Imam Fakhruddin Ar Razi, seorang ahli filsafat, tafsir, logika, dan kedokteran berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku menyayangkan waktu yang hilang tidak disibukkan untuk menimba ilmu, dan bahkan waktu makan; karena waktu dan zaman teramat agung.” (Al Kanani, Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim, hlm. 72)

Istri Imam Zuhri berkata tentang suaminya (seorang ahli hadits ternama, guru para Imam Madzhab): “Demi Allah, sesungguhnya kitab-kitab ini sangat menyakitkan saya sebagai seorang istri, melebihi sakit hatiku bila dimadu dengan tiga orang istri.” (ibid, hlm. 32)

Imam Al Juwaini, guru dari Imam Al Ghazali berkata: “Aku biasa tidak tidur dan makan. Aku tidur hanya bila kantuk menguasaiku baik malam maupun siang, dan aku makan hanya bila aku berselera, pada waktu apa pun. Kelezatan dan hiburan adalah sewaktu mengingat-ngingat ilmu dan mencari faedahnya dari ilmu macam apa pun.” (Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr, Al-Ilmu Dharurotun Syar’iyyah)

Ya, membaca dan menelaah ilmu telah menjadi kelezatan dan hiburan bagi mereka. Seperti sebuah buku yang berjudul "Andaikan buku itu sepotong pizza" atau apapun makanan yang kita sukai kita akan melahapnya sampai habis. Sampai sisa-sisa makanan pada jaripun ikut kita jilat.

Bila kita melihat sebuah buku yang menarik perhatian kita, jangan sungkan-sungkan untuk membacanya. Bila waktu kita sangat singkat di toko buku namun kita masih ingin membacanya, jangan pelit untuk membelinya. Bila di dalam sebuah buku terdapat secercah cahaya hidayah, sungguh hidayah itu sangat mahal harganya. Buku adalah investasi bagi kita. Ia tidak meminta tetapi selalu ingin memberi. 

Komentar

  1. Masya allah..... betul yg ada di postingan mu saudara ku, aku pun mengoleksi dn menelaah kitab2 karya ulama sungguh barakah.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Perjuangan Bangsa

Manfaat Mempelajari Tafsir Alquran

Akibat Berbuat Zalim

Tiga Sebab Keruntuhan Peradaban Islam di Andalusia

Mengapa Banyak Orang Barat Menjadi Ateis?